Redenominasi adalah : penyederhanaan dan penyetaraan nilai uang atau barang dan jasa dengan pengurangan beberapa angka nol yang diikuti dengan penyederhanaan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomiaan. Begitu definisinya, tapi pada bagian 'tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian' saya rasa patut mendapat perhatian tersendiri. Kenapa? karena bisa dibayangkan bagaimana sulitnya jika wacana tersebut benar-benar direalisasikan, bagaimana sulitnya melakukan sosialisasi terutama terhadap masyarakat menengah ke bawah yang menempati prosentasi terbesar dalam populasi penduduk Indonesia. Kegagalan sosialisasi konversi minyak tanah ke gas adalah contoh nyata kegagalan dalam suatu pengambilan kebijakan dalam hal ini pemerintah.
Redenominasi biasanya dilakukan pada saat ekspetasi inflasi berada dikisaran rendah dan pergerakannya stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat, ada jaminan stabilitas harga, serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat. Menurut Pjs Gubernur BI Darmin Nasution redenominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat, redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan uang (dulu pernah dilakukan di negara ini, itu menurut informasi ibu saya). Dalam redenominasi nilai uang terhadap barang (daya beli) tidak akan berubah. Yang terjadi hanyalah penyederhanaan dalam nilai nominal berupa penghilangan beberapa digit angka nol. Darmin menambahkan bahwa redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa, yang diikuti dengan penyederhanaan penulisan alat pembayaran atau uang. Selanjutnya hal ini akan menyederhanakan sitem akuntansi dalam sitem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian (?). Adapun Sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, yang dipotong adalah nilai uangnya.
Sebagai contoh , harga 1 liter premium saat ini Rp 4500. Jika terjadi redenominasi 3 digit, dengan uang Rp 4,5 tetap dapat membeli 1 liter premium karena harga 1 liter premium juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang baru. Adapun jika yang terjadi sanering perseribu Rupiah, dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli seperseribu atau 0,001 liter premium (ribet kan?). Memang menurut kacamata saya sebagai orang awam bahwa redenominasi tidak mempengaruhi transaksi sama halnya dengan persamaan matematika jika formulasi awalnya kita bagi 1000 maka otomatis hasilnya juga akan terbagi 1000, tapi kehidupan nyata bukan matematika sehingga prakteknya tentu tidaklah semudah itu. Akan ada banyak variable yang akan ditemui di lapangan saat hal itu dipraktekkan bahkan persamaan matematikapun mempunyai varible yang berbeda-beda apalagi dalam kehidupan nyata. Dan logika saya kalau memang tidak berpengaruh kenapa kita harus repot dengan redenominasi, kenapa tidak membuat kebijakan yang lebih memihak masyarakat bawah. Disini saya mengambil contoh jika uang Rp 1000 bisa membeli 1 barang untuk saat ini, kenapa tidak dibuat kebijakan yang membuat uang Rp 1000 menjadi bisa untuk membeli 3 barang yang sama. Kalau kebijakan seperti itu yang diambil bisa dipastikan bahwa hal itu sangat menguntungkan masyrakat. Itu menurut kacamata saya sebagai orang awam yang lebih suka bicara ekonomi mikro yang lebih nyata daripada ekonomi makro yang hanya dimengerti oleh para pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah.
Menurut pengamat ekonomi Mirza Adityaswara, tidak ada kebutuhan redenominasi Rupiah saat ini karena perekonomian baik-baik saja. "BI lebih baik memikirkan bagaimana memikirkan inflasi yang belakangan ini mulai meningkat dan pemerintah memikirkan bagaimana mempercepat pembangunan infrastruktur,"katanya. Pelaksanaan redenominasi saat ini, kata Mirza, hampir tidak ada manfaatnya, malah akan menimbulkan efek psikologis yang bisa positif atau negatif, tergantung dari taraf pengetahuan masyarakat.
Bagaimana menurut anda, pentingkah?
Redenominasi biasanya dilakukan pada saat ekspetasi inflasi berada dikisaran rendah dan pergerakannya stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat, ada jaminan stabilitas harga, serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat. Menurut Pjs Gubernur BI Darmin Nasution redenominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat, redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan uang (dulu pernah dilakukan di negara ini, itu menurut informasi ibu saya). Dalam redenominasi nilai uang terhadap barang (daya beli) tidak akan berubah. Yang terjadi hanyalah penyederhanaan dalam nilai nominal berupa penghilangan beberapa digit angka nol. Darmin menambahkan bahwa redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa, yang diikuti dengan penyederhanaan penulisan alat pembayaran atau uang. Selanjutnya hal ini akan menyederhanakan sitem akuntansi dalam sitem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian (?). Adapun Sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, yang dipotong adalah nilai uangnya.
Sebagai contoh , harga 1 liter premium saat ini Rp 4500. Jika terjadi redenominasi 3 digit, dengan uang Rp 4,5 tetap dapat membeli 1 liter premium karena harga 1 liter premium juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang baru. Adapun jika yang terjadi sanering perseribu Rupiah, dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli seperseribu atau 0,001 liter premium (ribet kan?). Memang menurut kacamata saya sebagai orang awam bahwa redenominasi tidak mempengaruhi transaksi sama halnya dengan persamaan matematika jika formulasi awalnya kita bagi 1000 maka otomatis hasilnya juga akan terbagi 1000, tapi kehidupan nyata bukan matematika sehingga prakteknya tentu tidaklah semudah itu. Akan ada banyak variable yang akan ditemui di lapangan saat hal itu dipraktekkan bahkan persamaan matematikapun mempunyai varible yang berbeda-beda apalagi dalam kehidupan nyata. Dan logika saya kalau memang tidak berpengaruh kenapa kita harus repot dengan redenominasi, kenapa tidak membuat kebijakan yang lebih memihak masyarakat bawah. Disini saya mengambil contoh jika uang Rp 1000 bisa membeli 1 barang untuk saat ini, kenapa tidak dibuat kebijakan yang membuat uang Rp 1000 menjadi bisa untuk membeli 3 barang yang sama. Kalau kebijakan seperti itu yang diambil bisa dipastikan bahwa hal itu sangat menguntungkan masyrakat. Itu menurut kacamata saya sebagai orang awam yang lebih suka bicara ekonomi mikro yang lebih nyata daripada ekonomi makro yang hanya dimengerti oleh para pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah.
Menurut pengamat ekonomi Mirza Adityaswara, tidak ada kebutuhan redenominasi Rupiah saat ini karena perekonomian baik-baik saja. "BI lebih baik memikirkan bagaimana memikirkan inflasi yang belakangan ini mulai meningkat dan pemerintah memikirkan bagaimana mempercepat pembangunan infrastruktur,"katanya. Pelaksanaan redenominasi saat ini, kata Mirza, hampir tidak ada manfaatnya, malah akan menimbulkan efek psikologis yang bisa positif atau negatif, tergantung dari taraf pengetahuan masyarakat.
Bagaimana menurut anda, pentingkah?
2 komentar:
pagi juga abi, thanks mampir lagi selamat beraktifitas juga..
met pagi aby..soalnya baru buka pagi ini..weekendnya ga asik hahaha..
Posting Komentar